Déjà Vu – dalam bahasa Indonesia disebut Dejavu- merupakan istilah dalam bahasa Prancis, yang berarti “sudah terlihat”. Ini adalah perasaan bahwa Anda pernah melihat atau mengalami sesuatu sebelumnya, meskipun Anda tahu, dan kemudian menyadari bahwa Anda belum pernah benar-benar melihatnya atau mengalaminya.
Apa penyebab dejavu mungkin masih belum dapat dipastikan. Menurut para ilmuwan, kesulitannya adalah karena perasaan ini cenderung muncul secara spontan dan menghilang dengan cepat, sehingga tidak mudah untuk diteliti dalam laboratorium percobaan.
Penyebab dejavu, menurut para ilmuwan
Catatan penelitian Akira Robert O’Connor, seorang psikolog kognitif di St. Andrews University, Skotlandia, tentang dejavu, termasuk apa penyebab deja vu, mungkin bisa memberikan informasi kepada kita untuk lebih memahami sensasi dejavu ini.
Berikut dibawah ini, Stephanie Pappas, seorang jurnalis sains, menjelaskan catatan itu, yang ditulisnya dalam laman scientificamerican.com.
Ketika sistem memori bekerja dengan sedikit tidak teratur
Stephanie mengutip catatan Akira Robert O’Connor, yang menyatakan bahwa, perasaan itu – penyebab dejavu – bisa terjadi saat area otak kita, yang bertugas mengenali situasi dan keadaan yang akrab, atau sudah dikenal, dirangsang secara tidak tepat.
Akan tetapi kemudian, “Bagian lain dari otak memeriksa perasaan keakraban ini dengan ingatan Anda akan pengalaman masa lalu,” tulis Stephanie.
Ia menambahkan, “Ketika tidak ada kecocokan nyata yang ditemukan, hasilnya adalah perasaan tidak nyaman karena telah melihat semuanya sebelumnya, disertai dengan pengetahuan atau kesadaran bahwa Anda belum pernah melihatnya.”
Sementara itu, menurut catatan O’Connor, ketika kita menyadari bahwa semua pengalaman yang kita alami ini tidak sesuai, pada saat itu, kita tahu kita telah melakukan kesalahan. Inilah mengapa itu terasa seperti kesalahan, meskipun itu sebenarnya pertanda baik, bahwa kita menyadari kesalahan kita.
Itulah yang membedakan perasaan deja vu dengan demensia. Sementara pada sensasi dejavu, perasaan keakraban ini akhirnya disadari sebagai suatu kesalahan, sedangkan pada kelainan demensia, perasaan keakraban yang sebenarnya tidak nyata itu tidak disadari sebagai suatu kesalahan.
Bagian otak yang bertanggung jawab untuk mendeteksi keakraban bekerja terlalu antusias

Penyebab dejavu lainnya, yaitu kadang-kadang, bagian otak yang bertanggung jawab untuk mendeteksi keakraban, dan memainkan peran besar dalam mengodekan dan mengambil ingatan, bekerja terlalu antusias tanpa alasan tertentu, seperti dalam catatan O’Connor.
“Mendukung hipotesis random-misfire, ini adalah fakta bahwa orang muda benar-benar mengalami lebih banyak dejavu daripada orang tua,” tulis Stephanie.
Stephanie mengutip catatan O’Connor, “Otak yang lebih muda sedikit lebih bersemangat, cenderung lebih cepat bergerak daripada menahan diri.”
Sementara itu, Chris Moulin, neuropsikolog kognitif di Grenoble Alpes University di Prancis, mengatakan bahwa orang yang lebih tua mungkin juga kurang pandai memeriksa fakta ketika mereka memiliki perasaan keakraban yang salah.
Orang dewasa yang lebih tua masih tahu bahwa ini tidak nyata. “Bukannya orang tua tidak menciptakan rasa keakraban yang palsu,” kata Moulin. “Hanya saja mereka tidak lagi tahu pasti bahwa apa yang mereka alami tidak nyata.”
Baca juga: Saat sedang kelelahan, kita cenderung melakukan pembelian impulsif
Karakteristik utama dejavu adalah kita akhirnya menyadari bahwa perasaan akrab atau sudah pernah melihat sebelumnya adalah tidak nyata. Semoga kedepannya makin banyak penelitian, sehingga makin membuka pemahaman kita tentang dejavu.
Setiap orang mungkin mengalami sensasi dejavu. Bagi kebanyakan orang sehat, dejavu tidak berdampak serius, selain sedikit perasaan bingung sesaat. Tetapi jika itu mengganggu, atau Anda jadi bertindak tidak nyata, Anda mungkin perlu berdiskusi dengan dokter atau profesional medis lainnya.