Percakapan Keluarga Yang Lebih Bermakna Selama Liburan, Seperti Ketika Seorang Antroplog Melakukan Wawancara

Percakapan keluarga yang lebih dalam dan bermakna
Percakapan keluarga yang lebih dalam dan bermakna (gambar oleh Dario Valenzuela dalam unsplash.com)

Penelitian menunjukkan bahwa percakapan yang lebih dalam dan bermakna sebenarnya membuat kita jauh lebih bahagia daripada obrolan ringan yang dangkal. Ini relevan terutama di musim liburan ketika Anda banyak menghabiskan waktu bersama keluarga.

Sementara kita sering merasa malu dan canggung untuk memulai percakapan keluarga yang lebih dalam dan bermakna, Elizabeth Keating, seorang profesor antropologi di University of Texas, memberi tahu kita cara berbicara dengan keluarga dan teman Anda, lebih dalam dan bermakna, tentang kehidupan dan kenangan mereka, seperti seorang antropolog saat melakukan wawancara.

Selama liburan, cobalah berbicara dengan kerabat Anda seperti seorang antropolog

Dalam sebuah artikel baru-baru ini yang ditulisnya di halaman The Conversation, dengan judul Over The Holidays, Try Talking to Your Relatives Like an Anthropologist, dia mengatakan bahwa ketika orang tuanya meninggal, dia menyadari bahwa dia tidak pernah menggunakan keahlian profesionalnya, sebagai seorang antropolog, dengan keluarganya sendiri, dan dia menyesalinya.

“Namun, baru setelah orang tua saya meninggal, saya bertanya-tanya apakah saya benar-benar mengenal mereka dengan cara yang dalam, kaya, dan bernuansa. Dan saya menyadari bahwa saya tidak pernah bertanya kepada mereka tentang masa-masa pembentukan hidup mereka, masa kanak-kanak dan remaja. Apa yang saya lewatkan? Bagaimana ini bisa terjadi?” Tulis Elizabeth Keating.

“Saya memutuskan untuk meneliti jenis pertanyaan yang akan memunculkan dari ibu saya hal-hal tentang hidupnya yang saya tidak tahu dan sekarang tetap tersembunyi dan hilang selamanya,” lanjutnya.

Dari penelitian yang dilakukannya, kemudian ia menulis sebuah buku yang berjudul The Essential Questions: Interview Your Family to Uncover Stories and Bridge Generations dan membagikan beberapa tipsnya di halaman The Conversation. Berikut rangkumannya.

Bagaimana memulai percakapan keluarga yang lebih bermakna seperti seorang antroplog melakukan wawancara?

Pertama dan terpenting, dia menyarankan agar Anda “Mengesampingkan peran biasa Anda. Lupakan, untuk ruang wawancara, tentang peran Anda sebagai cucu atau anak, keponakan, orang tua, dan berpikirlah seperti seorang antropolog.” Keating juga menuturkan agar Anda tidak hanya terobsesi dengan pertanyaan seputar acara-acara besar, seperti pernikahan dan kelahiran. Sebaliknya, tanyakan tentang kehidupan sehari-hari di masa lalu.

“Para antropolog ingin tahu tentang kehidupan sehari-hari: interaksi dengan tetangga, bagaimana perjalanan waktu dialami, benda-benda yang penting bagi mereka, apa yang ditakuti anak-anak, seperti apa praktik pacaran, gaya pengasuhan, dan banyak lagi,” tutur Keating. “Ketika Anda bertanya tentang kehidupan sosial, Anda akan mendapatkan deskripsi yang melukiskan gambaran bagaimana rasanya menjadi seorang anak yang mencari tahu saat itu.”

Kemudian, keating juga mengatakan bahwa Anda harus bertanya tentang berbagai hal, bukan hanya peristiwa. “Ketika Anda bertanya tentang benda-benda penting, Anda akan mendengar tentang benda-benda nyata yang diturunkan dari generasi ke generasi dalam keluarga Anda yang merupakan bejana nilai,” katanya, sambil memberikan beberapa contoh menarik, termasuk cerita tentang nenek buyutnya yang “menguping” tetangganya melalui telepon “Party Line” mereka.

Metode yang telah disetujui oleh para antropolog ini kemungkinan besar akan mengarah pada percakapan yang lebih menarik. Itu juga menunjukkan kepada mereka betapa berharganya pengalaman dan ingatan mereka.

Beberapa murid Keating yang mendapatkan tugas melakukan percakapan keluarga secara dalam dan bermakna mulai memberitahu Keating bahwa kakek-nenek mereka mengatakan seperti, “Belum ada yang pernah menanyakan pertanyaan ini kepada saya sebelumnya.” Mungkin kita semua perlu mengajukan lebih banyak pertanyaan tentang kehidupan ayah, ibu, bibi, paman, kakek, nenek, atau anak-anak Anda.

Baca juga:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *